Zona yang membebaskan fikiran, khayalan, keinginan, dan harapan. It's just fiction.

Minggu, 20 Mei 2012

Bianglala Sastra





Hal yang membuatku muak adalah keadaan sastraku saat ini, lemah. Manja. Buta. Satu lagi, dan yang terpenting : Tidak peka.
Biarlah, biarkan saja sejenak aku menghakimi ia. Kau mau protes ?? TERSERAH. Toh ini adalah tulisanku, ini batas sepengetahuanku.
Keagungan sastra jaman dulu yang selalu menjadi patokan bagiku, terbayang bagaimana kokohnya ia saat dijamannya teknologi hanya sebatas mesin tik, tapi dengan keterbatasan yang sedemikian-rupa, tulisannya bagai mata garuda yang fasih. Berani. Gagah melayang di balik jeruji sekalipun.
Saat sekarang teknologi telah memanjakan kita, tulisan sungguh sibuk dengan keadaan dirinya sendiri, terkutit pada ketakutan kebimbangan nilai : benar-salah.
Bajing loncat!
Jika melihat keadaan politik sekarang, sekarang tidak lebih baik keadaannya dibandingkan dengan yang lalu… Bangun Bajing, huft… dasar bajingan.
Sekali lagi, terserah padaku.
Saat Pramuda Ananta Toer, bahkan W.S. Rendra sekalipun menggemparkan dengan penggambaran keadaan sosial yang ada di Negara kita, penjara bukan hal yang menjelma sebagai tempat yang salah.
Tapi sekarang  sastraku adalah seorang banci.
TERSERAH, ku bilang terserah aku. Bila kau ingin menyanggah, tidak suka, ingin komentar, tulis saja mulutmu.
Keadaan sosial, ekonomi tak begitu sempurnanya, tapi ia malah berkutat pada kebahasaan yang maju hanya sebagai projek : Sastra gaul.
Memang, masih ada yang demikian berani petentang-petenteng, tapi masih secara sembunyi-sembunyi, bukan merasa aku tak menghargai itu, tapi aku hanya merasa kurang puas.
Mungkin aturan dan kematian adalah jawaban atas sebuah kata : Takut!
Bila berbicara benar-salah, tak ada yang salah dengan menggambarkan bahkan menunjukkan keadaan sebuah kebenaran yang ada di bangsa kita ini.
Tapi sastra yang demikian sekiranya telah pingsan, aling-aling yang lumayan ngejreng adalah jurnalistik. Melalui media yang bahkan kritikan ada untuk menggulingkan antara satu sama lain, mereka mengomentari segala aspek, menyudutkan atas dasar kebenaran dan idealis yang seutuhnya, hmm…
Terutama pada penguasa : politik.
Tapi sayangnya pemilik media adalah para politikus, kebenaran, idealisasi yang terbentuk tercipta dari peribahasa “udang dibalik batu”.
Sastra telah asyik bercinta dengan pasangannya, dan dunianya. Aturan adalah kepatuhan yang sempurna, penjara adalah tempat untuk orang yang salah.
Kapan akan seperti dulu, mungkin memulai melalui tulisanku dulu.
Satu hal lagi, sastra yang berharap padamu, tapi kau merasa rendah karena itu…
FUCK YOU!
Dan kau bangga melalui selembar kertas materi atas dasar pengetahuan dan diammu, tak ada sedikitpun harga dimataku untukmu.
Dan kau yang muak dengan cocotku, “ora’ sah kakang bacot! Sing penting praktek.e wae!!!”
Praktikmu dengan aturan arus yang mengalir saja, tak lebih baik dari cocotku. Aku malah lebih bangga, setidaknya hati masih menjadi asal mbacotku. Tapi tindakanmu hanya berlaku atas dasar : umum.
Dan kau lihatlah praktikku…
Entah kapan aku akan berhenti dengan rasa egoies ini. Tapi keegoisan ini perlu untuk bahan kau memakiku pada kesempatan nanti.
Sastraku, kapan kau akan lahir seperti sastraku dulu. Berhentilah bercumbu pada ketakutanmu…
Terserah, ini adalah batas kepengetahuanku.





Untuk anak-anak (katanya) yang bergulat atas nama sastra,
Love you guys


Umi_k
Beginilah cara diriku mencintai kalian secara utuh…

0 komentar:

Posting Komentar

fr33Zoonecustume. Diberdayakan oleh Blogger.

PopullaryierZ

© Fr33Zoone, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena